Museum Sultan Mahmud Badaruddin II.Palembang tak cuma melulu Jembatan Ampera dan Masjid Agung. Tak jauh dari dua lokasi ini, ada Museum Sultan Mahmud Badaruddin II. Ini adalah destinasi wisata yang sayang terlewatkan kalau Anda berkunjung ke kota Palembang.
Museum SMB II terletak di dekat dan menghadap sungai Musi. Arsitektur gedung bertingkat dua ini merupakan perpaduan antara pengaruh Eropa dan Palembang. Gaya Eropa nampak pada pilar-pilar yang membentuk setengah lingkaran. Serta pada tangga kembar yang melingkar. Sementara gaya Palembang sangat jelas tampak pada struktur bangunan menyerupai rumah Bari atau Rumah Limas, rumah tradisional Sumatera Selatan. (menurut observasi pribadi. hehe) Buat yang nggak tahu Rumah Bari…
Rumah Bari, rumah tradisional rakyat Sumsel.
Dibangun SMB IBangunan museum ini awalnya merupakan Keraton Kuto Lama di mana Sultan Mahmud Badaruddin Jayo Wikramo alias Sultan Mahmud Badaruddin I (1724-1758) memerintah. Pada masa yang sama, ia juga membangun Masjid Agung Palembang.
Dengan kedatangan Belanda pada abad ke-17, istana ini diduduki oleh tentara kolonial. Selama perang Palembang pada 1819, Belanda mendaratkan 200 pasukannya yang ditempatkan di Keraton Kuto Lamo. Setelah Sultan Mahmud Badadruddin II ditangkap dan diasingkan, Belanda menjarah dan menghancurkan bangunan-bangunan di Palembang, termasuk Keraton Kuto Lamo.
Pada tahun 1823, Belanda mulai merekonstruksi reruntuhan bangunan. Reruntuhan Keraton Kuto Lama, dibangun kembali menjadi tempat tinggal komisaris Kerajaan Belanda di Palembang, Yohan Isaac van Sevenhoven. Pada 1842 bangunan itu selesai dan secara lokal dikenal dengan rumah siput.
Antara tahun 1942-1945, selama pendudukan Jepang, gedung ini dikuasai oleh tentara Jepang dan dikembalikan ke penduduk Palembang ketika proklamasi tahun 1945. Pada tahun 1949, Museum ini direnovasi dan difungsikan sebagai markas Kodam II/Sriwijaya. Berdasarkan penyelidikan oleh tim arkeologis pada tahun 1988, pondasi Kuto Lama ditemukan di bawah balok kayu.
Nama Sultan Mahmud Badaruddin II diabadikan menjadi nama museum untuk mengingat dan menghargai jasanya bagi kota Palembang. Museum SMB II menjadi saksi sejarah perjuangan bangsa melawan penjajahan. Ia melalui empat zaman; era Kesultanan Palembang Darussalam, era penjajahan Belanda, penjajahan Jepang, dan era Kemerdekaan. Seperti dirilis Kompas, saat ini di museum ini tersimpan sekitar 556 koleksi benda bersejarah, mulai dari bekas peninggalan kerajaan Sriwijaya hingga Kesultanan Palembang. Untuk menyambut SEA Games, museum ini juga akan direnovasi dengan anggaran dari APBN. Selain dijadikan museum di bagian atasnya, pada bagian bawahnya dijadikan kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Palembang.
Sayangnya, nasib Museum SMB II ini nggak berbeda dengan museum-museum lain di Indonesia;nyaris terlupakan. Promosi dan upaya Pemda setempat untuk meningkatkan tingkat kunjungan sepertinya kurang serius. Semoga kita jangan ikut melupakannya. “Jangan sekali-kali melupakan sejarah,” pesan Bung Karno.Berikut koleksi foto-foto Museum SMB II djaman doeloe…
Memandangnya membuat saya bertualang ke masa lalu..
Istana Karesidenan Palembang (residentiehuis te Palembang) tahun 1890. Pagar di pinggir tangga masih kayu, belum dibeton. (sumber: http://devry.wordpress.com)
Sepasang gadis penari sedang menari di halaman istana dalam suatu kesempatan. Tampak beberapa dekorasi di balkon istana.
sumber
loading...
0 Response to "Pesona Istana Empat Zaman"
Posting Komentar